Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Doa dan Harapan


Doa dan Harapan
Foto oleh Stephen Andrews dari Pexels


Oleh, Salviliyaningsih A.

*
"Andri………,"
"Iya Mak,"
"Tolong belikan ikan petek kecil di pasar Jaya, nanti bilang ke penjualnya untuk jualan,"
"Jenapa Mak?"
"Karena kalau untuk jualan lagi harganya dimurahin,"
"Iya Mak."

Segera aku bergegas mengambil sepeda ponik di samping rumah.

Sepeda Ponik ini adalah sepeda yang selalu setia menemaniku kalau aku disuruh Emak, baik ke pasar ataupun mengantarkan jualan gorengan ikan kewarung-warung. 

Emak adalah seorang janda yang mempunyai dua anak. Setelah kepergian Bapak, Emak yang bekerja mencari sesuap nasi buat kami, Emak banting tulang demi kami, jualan apa saja yang bisa ia olah jadi makanan.

Salah satu jualan Emak adalah ikan petek kecil yang di kasih tepung, Orang-orang di desaku biasa menyebutnya dengan nama "Grejeg".

 "Awas!" teriakan seseorang mengagetkan lamunanku.

"Kalau naik sepeda yang bener, lihat jalan Nak!"
"Iya Maaf Bu," kataku meminta maaf pada seorang ibu di depanku, ternyata ban sepedaku hampir saja menabrak kambing yang sedang melintas dijalan yang aku lalui.

"Bi beli ikan petek kecil satu kilo, kata Emak buat jualan lagi," kataku pada seorang ibu  penjual ikan di pasar.
"Jualan apa Tong" tanya penjual ikan.

"Hmmm jualan grejeg Bi,"

 **
Setelah aku dapatkan ikan yang dimaksud Emak, aku segera pulang, ku kayuh sepedaku dengan sekuat tenaga supaya larinya lebih cepat agar ikan ini segera digoreng diajdikan grejeg.

"Mak, ini ikannya," 
"Iya Nak, simpan di nampan” seru Emak.

Aku menuju nampan yang dimaksud Emak.

Nampan adalah sejenis wadah lebar yang terbuat dari anyaman bambu.

"Kalau sudah jemur di luar ya," "Iya Mak." 

Setelah aku menjemur ikan akupun masuk kedalam rumah. 

"Andri. . .tolong bawa grejeg ini ke Bi Wati, soalnya beliau sudah pesen tadi pagi." seru Enak sambil menunjuk ke arah  Grejeg.

"Iya Mak," kataku 
"Kakak, aku ikut,"
Tiba-tiba Indah menghampiriku, dia minta ikut.

Dengan lembut aku menjawab, "Jangan ikut rumah Bi wati jauh, di desa sebelah, nanti kamu capek dan kakak takut grejegnya jadi hancur, soalnya jalan menuju desa itu ga rata, banyak batu dijalan."

"Nggak, pokoknya ikut!" rengek Indah sambil menangis.

Dengan terpaksa aku mengajak Indah ketika mengantarkan grejeg ke rumah Bi Wati.

Di tengah jalan aku tidak bisa mengendalikan sepedaku karena berat membawa indah.

Gubrak!

Kami terjatuh, gorengan yang aku bawa tertindih sepeda.

"Kakak...,"

Indah menangis, aku angkat sepedaku dan aku bangunkan Indah, untung dia tidak apa-apa, grejeg yang aku hancur.

***

"Ini apa? Grejeg 
-nya hancur kaya gini, mana laku untuk dijual lagi!" cetus Bi Wati.

"Maaf Bi, tadi aku terjatuh," kataku pada bi Wati.

"Maaf ya, Bibi ga mau tau! ini Bibi balikin!  Bibi maunya yang utuh!"

Dengan berat hati dan sambil menahan sakit akibat terjatuh tadi, aku dan Indah' pulang kerumah. 

"Mak., Maaf. Bi Wati gakmau menerima grejeg-nya." kataku pada Emak dengan mata berkaca-kaca sambil menyodorkan kresek hitam yang tadi aku bawa.

"Kenapa?" tanya Emak heran.

"Tadi aku jatuh, jadi grejeg-nya hancur," kataku.

"Ya sudah, tidak apa-apa,"

Dengan lembut Emak menegarkan hatiku.

"Namanya juga musibah, walaupun kita hari ini tidak dapat uang, kalian makan nasi saja dengan grejeg itu ya, untuk hari ini jangan jajan dulu karena Emak tidak punya uang,"

*Iya Mak."

****
Setiap selesai sholat aku tidak lupa berdoa kepada Allah, supaya Emak selalu diberikan kesehatan dan kekuatan untuk menghidupi kami. Akupun selalu berdoa, agar kelak aku menjadi orang sukses, supaya bisa membantu Emak.

"Ndri..., jangan lupa belajar ya, kerjakan PR-nya dan baca bukunya,"
"Iya Mak,"

Emak selalu menyuruhku untuk belajar dan membaca buku, beliau tidak ingin anak-anaknya sengsara dan tidak bisa baca tulis seperti dirinya. 

Tiap malam aku belajar, walaupun hanya diterangi lampu cempor, maklum kami keluarga yang tidak mampu untuk memasang listrik, apalagi harus terbebani membayar iurannya tiap bulan.

*****
Pagi ini aku bangun pagi-pagi untuk segera ke sekolah, ini adalah hari dimana aku mendapat giliran piket membersihkan kelas, jadi aku harus berangkat pagi-pagi.

"Andri, kelasmu rapi sekali," sapa Mang Dede, penjaga sekolah yang selalu menemaniku kalau aku berangkat pagi-pagi.

"Iyaa Mang, soalnya ini tugas aku supaya kelasku bersih dan rapih,"

"Wah hebat ya kamu, walaupun laki-laki tapi mau mengerjakan semuanya,"
"Alhamdulillah, Mang."
jawabku lirih.


*****        
 "Teng. . .teng. . .teng . . ."

Bel sekolah berbunyi, waktunya masuk.

Aku duduk di bangku urutan paling depan, supaya bisa fokus mendengarkan penjelasan Bapak dan Ibu guru. 

"Hari ini ada seleksi peserta lomba Olimpiade Sains Nasional (OSN), di mana nanti kalau lolos tingkat sekolah akan di bawa ikut lomba tingkat Kecamatan, kalian harus bersaing dengan siswa dari sekolah-sekolah yang lain, Ibu harap kalian bisa lolos di tingkat kecamatan dan menuju tingkat kota, bahkan sampai ke Provinsi dan Nasional"

"Aamiin!" teriak kami satu kelas.

"Aku harus ikut lomba ini, aku ingin membuktikan keseriusanku dalam belajar dan ingin membanggakan Emak." kataku dalam hati.

Selesai