Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Legenda malin Kundang

Ruang Menulis Cerita Anak

Legenda  | Legenda malin Kundang

Halo teman-teman Putrikaila1919.my.id, apakabar semua? Semoga semuanya dalam keadaan yang sehat dan baik-baik aja ya.. Kali ini Putri akan bercerita tentang kisah legenda yang berasal dari provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Yaitu tentang Legenda Malin Kundang, kisah tentang  seorang anak yang durhaka kepada Ibu nya dan akhirnya oleh si Ibu Malin dikutuk menjadi batu.

Begini ceritanya,

 

Malin Kundang dan Ibunya

Alkisah pada zaman dahulu kala ada seorang janda tua yang hidup di tepi Pantai Air Manis, janda tua itu biasa dipanggil dengan Mande Rubayah. Mande Rubayah saat itu hanya tinggal berdua saja bersama anak laki-lakinya yang bernama Malin Kundang.

Awal kisah dibuka dengan adegan yang mengisahkan bahwa Mande Rubayah sangat menyayangi putra semata wayangnya tersebut, begitu pula dengan Malin Kundang. Ibu dan anak ini diceritakan bahwa mereka saling menyayangi satu sama lain, mereka saling menguatkan, karena di tepi Pantai Air Manis itu mereka hanya hidup berdua saja.

Suatu ketika, Putra semata wayang Mande Rubayah jatuh sakit, saat itu Mande Rubayah merasa panik melihat putra semata wayangnya menderita sakit keras dan hampir merenggut nyawanya. Mande Rubayah yang dalam kesehariannya hanya menjadi penjual kue keliling berusaha keras untuk mengobati anaknya agar bisa sembuh.

Alkisah, Mande Rubayah berhasil mendatangkan tabib yang terkenal di kampungnya dan berkat pertolongan tabib tersebut Malin Kundang akhirnya bisa sembuh dari sakit yang di deritanya. Setelah berhasil sembuh dari penyakitnya, Mande Rubayah dan putra semata wayangnya itu menjalani kehidupan mereka seperti biasa, sebuah bahtera besar bersandar di Pantai Air Manis.

Bahtera besar itu rupanya bersandar cukup lama di Pantai Air Manis. Melihat hal itu, Malin Kundang saat itu berjalan menghampiri ibunya untuk meminta izin agar diperbolehkan merantau turut serta bersama bahtera besar itu.

Tujuan Malin Kundang pergi merantau adalah karena ingin memperbaiki kehidupan ekonomi keluarganya. Mande Rubayah saat itu tidak memberikan izin kepada putra semata wayangnya untuk pergi merantau.

Mande Rubayah teringat percakapannya dengan suaminya beberapa tahun yang lalu, sesaat sebelum dia pergi meninggalkan dirinya bersama anak semata wayang mereka.

"Malin, Ayah pergi dulu ya nak. Jaga ibumu," kata Ayah Malin.

"Iya Yah, Ayah berhati-hatilah di laut dan pulau seberang nanti, cepat pulang ya Ayah..” kata Malin saat itu sambil mencium tangan Ayahnya yang hendak merantu ke Pulau Seberang.

Ayah Malin kundangpun pergi merantau ke Pulau seberang dengan di iringi isak tangis istri dan putra semata wayangnya. Hari berganti minggu, hingga minggu berganti bulan dan tahun terus berganti sampai Malin Kundang telah menjadi seorang remaja tapi kabar berita tentang suaminya tidak juga kunjung tiba. Dan Malin kundang pun kini mempunyai keinginan yang sama seperti ayahnya. Ingin pergi meninggalkan dirinya untuk merantau ke pulau Seberang. Mande Rubayah tak sanggup menahan kesedihannya.

Mande Rubayah tidak bersedia memberikan izin kepada putra semata wayangnya, dia begitu kuatir bahwa putranya itu juga tidak akan kembali ke kampung halamannya seperti ayahnya.

Walau tidak mendapatkan restu dari Ibunya, Malin tetap bersikeras agar dirinya diizinkan untuk ikut bersama kapal yang tengah bersandar di Pantai Air Manis itu. Malin kundang berpikir bahwa hanya itu satu-satunya cara agar dia bisa merubah kehidupan ekonomi keluarganya.

Mande Rubayah yang sudah tidak bisa berkata-kata lagi dengan kemauan keras putranya itu akhirnya dengan air mata yang berlinang dikedua pipinya terpaksa melepaskan kepergian putra semata wayangnya itu pergi meninggalkan dirinya untuk merantau ke Pulau Seberang.

“Berhati-hatilah Nak hidup di perantauan, setelah berhasil, lekaslah kembali pulang ke kampung halaman,” Pesan Mande Rubayah kepada Malin Kundang.

“Iya Mak, emak jaga diri baik-baik di kampung halaman, doakan aku agar berhasil diperantuan dan segera bisa pulang ke kampung halaman.” Jawab Malin Kundang sambil mencium tangan Ibunya sebelum naik ke atas kapal yang akan membawanya ke Pulau Seberang.

Singkat cerita, akhirnya Malin Kundang pun ikut pergi berlayar, meninggalkan Ibu nya dan juga kampung halamannya untuk pergi merantau ke Pulau Seberang.

 

Malin Kundang di Perantuan

 

Malin Kundang termasuk anak yang cerdas, selama di kapal dia banyak belajar kepada teman-temannya yang sudah lama ikut berlayar, singkat cerita, Malin Kundang dengan cepat mampu menyerap semua ilmu tentang pelayaran. Berkat ketekunannya itu Malin Kundang akhirnya menjadi orang yang mahir di dalam pelayaran dan perkapalan.

Sekian lama berlayar dan sudah banyak pulau yang sudah dia kunjungi, hingga di suatu masa, tibalah naas mendatangi kapal mereka. Saat itu ada Kapal bajak laut yang menghampiri kapal mereka. Semua barang dagangan dirampas secara paksa dan semua kru kapal dibunuh. Nasib mujur masih berpihak kepada Malin Kundang, mungkin saja itu berkat doa dari Ibundanya di Kampung halaman. Semua kru kapal saat itu tewas terbunuh semua dan hanya menyisakan Malin Kundang yang selamat, dia luput dari pembunuhan karena saat itu berhasil sembunyi di dalam kota kayu.

Setelah kapal bajak laut itu pergi, Malin Kundang uang tinggal sendirian di atas Kapal berusaha untuk bertahan hidup dengan sisa-sisa bahan makanan yang tersisa di atas kapal. Berhari-hari hingga berminggu-minggu Malin Kundang teromabang ambing di tengah lautan.

Garis hidup menyatakan nahwa dia harus terdampat di suatu pulau yang sangat subur. Dikisahkan selanjtnya Malin Kundang dengan sisa-sisa tenaganya terus berjalan menyusuri pinggiran pantai dan akhirnya bertemu dengan sebuah desa yang sangat Makmur.

Ditengah kerumuman orang-orang desa, Malin Kundang menceritakan segalanya, dia ceritakan semuanya hingga akhirnya masyarakat desa itu merasa simpati kepadanya dan menawawakan dirinya untuk tinggal dan menetap di desa tersebut.

Diceritakan, karena kegigihannya, Malin Kundang akhirnya berhasil menjadi orang yang sukses dan berpengaruh di desa barunya itu. Saat itu dia sudah menjadi orang yang kaya raya dan memiliki beberapa kapal dagang dengan 100 anak buah kapal di dalamnya.

Singkat cerita, di desa baru itu Malin Kundang hidup bahagia bersama dengan gadis bunga desa yang berhasil dipersunting menjadi istrinya.

Setelah beberapa lama menikah, istri Malin kundang yang berasal dari keluarga bangsawan itu ingin mengetahui kampung halaman suaminya. Awalnya Malin Kundang merawa keberatan membawa istrinya pergi mengunjungi kampung halamannya. Akhirnya karena merasa begitu sayang dengan istrinya, dengan berat hati Malin Kundang pun pergi membawa istrinya pulang ke kampung halamannya.

Malin Kundang bersama istrinya berangkat dengan kapal yang megah bersama 100 orang kru kapalnya.

Kapal mewah yang membawa Malin kundang terus melaju, membelah ombal lautan menuju ke suatu Pulau, Pulau yang dituju adalah pulau tempat ibu malin kundang berada.

 

Malin Kundang Dikutuk Menjadi Batu

Di tepi Pantai Air Manis, Mande Rubayah yang tengah bersusah hati karena ditinggal pergi merantau oleh suami dan anak semata wayangnya dan sedang menunggu kabar berita tentang orang-orang yang dikasihinya.

Suatu hari, ada kapal besar yang datang menuju Pantai Air Manis. Masyarakat mengira bahwa kapal yang datang tersebut adalah raja atau bangsawan, yang ingin berkunjung ke Pantai Air Manis, sehingga mereka menyambutnya dengan riang gembira. Ketika kapal sudah mulai bersandar di pantai, terdapat sepasang laki-laki dan perempuan yang berdiri di anjungan kapal.

Desas-desus beredar dengan cepat diantara penduduk desa yang melihat dua orang bangsawan sedang berada di atas dek kapal dan salah satu bangsawan itu mereka kenali sebagai Malin Kundang, anak semata wayangnya Mande Rubayah.

Mande Rubayah yang mendapat kabar gembira tersebut, langsung bergembira. Mande Rubayah pun berusaha masuk ke dalam kerumunan warga yang dekat dengan kapal. Mande Rubayah sangat yakin sekali bahwa pria bangsawan itu adalah Malin Kundang, anaknya yang sudah lama hidup di perantauan.

Saat pria bangsawan itu sudah turun dari kapal, Mande Rubayah langsung saja memeluknya tersebut dengan erat. Dia tak memperdulikan orang-orang yang mencibirnya karena berani memeluk seorang bangsawan, saat itu di dalam pikiran Mande Rubayah hanya satu, melepaskan kerinduan dengan buah hatinya.

"Siapa kamu?" tanya Malin kundang pada Ibunya.

"Aku Ibumu nak." jawab Ibunya

"Hah aku tidak punya Ibu seperti kamu" jawab Malin Kundang

Malin Kundang yang merasa dipermalukan di depan istri dan anak buah kapalnya lantas mengelak untuk mengakui bahwa Wanita tua berpakaian compang camping itu adalah ibunya.

Malin Kundang yang selama ini telah membohongi istrinya, dengan mengatakan bahwa ibunya adalah seorang bangsawan dan telah meninggal dunia itu berkilah kepada istrinya.

Malin tidak mengakui ibunya, kemudian istrinya bertanya.

"Apakah itu benar ibumu suamiku?"

"Bukan ibuku sudah mati" kata malin

Merasa malu dihadapan istri dan anak buah kapal mewah yang menemaninya.

Mande Rubayah yang tak percaya dengan perilaku kasar anaknya terhadap dirinya berusaha menceritakan tentang masa lalunya, hal itu membuat Malin Kundang merasa dipermalukan dan akhirnya memaki -maki dan menendang ibunya bagaikan seekor binatang.

Ibu Malin Kundang yang merasa sakit hati karena mendengar omongan anaknya hingga jatuh pingsan, setelah sadar, dia terbangun dan memandangi sekitar bahwa sudah tidak ada siapa-siapa dan kapal besar itu pun sudah tidak ada di dermaga.

Mande Rubayah terdiam, menatap langit sambil meratapi kepergian anaknya yang durhaka, dibawah hembusan angin yang bertiup kencang dia menangis sejadinya-jadinya.

Mande Rubayah tak menyangka bahwa anaknya akan memperlakukan dirinya dengan amat kasar dan mengiris-iris hatinya. Sambil meratap kepada penghuni langit Made Rubayah menengadahkan tangannya ke atas, dia meminta keadilan kepada Tuhan.

"Ya Tuhanku, engkau sang pemilik alam dan juga kehidupan ini, jika memang benar dia anakku, Malin Kundang. Tolong berikanlah keadilan pada hambamu ini. Kutuklah dia menjadi batu,"

Seketika Pantai Air Manis ditutupi oleh awan yang menghitam. Hujan turun dengan lebatnya bersama badai yang langsung menghantam kapal milik Malin Kundang, dan istrinya yang belum terlalu jauh meninggalkan daratan.

Kapal yang ditumpangi Malin Kundang hancur berantakan dihatam deburan ombak yang mampu menghnacurkan karang. Di bawah kilatan cahaya petir, terlihat puing-puing sisa kapal hanyut sampai ke pinggir Pantai Air Manis bersama jasad Malin Kundang.

Dibawah guyuran air hujan dan kilatan cahaya petir yang terus menyambar, perlahan tapi pasti jasad Malin Kundang itu perlahan-lahan mengeras dan berubah menjadi batu.

 

Penutup

Teman-teman Putrikaila1919.my.id. Itulah legenda Malin Kundang, cerita rakyat yang berasal dari wilayah Sumatera Barat. Pesan moral yang bisa kita ambil dari cerita ini adalah jangan sekali-kali menyakiti dan mendurhakai orang tua, terutama ibumu. Jaga dan sayangi mereka selagi masih ada, dan jangan pernah melupakan jasa-jasa dan kebaikan mereka selama ini yang telah berjuang keras untuk menghidupimu. Salam.

 

Bahan Bacaan : 1, 2

 

 Kembali

Halaman
1

 © 2020-2023 - Putrikaila1919. All rights reserved