Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Siapa Sesungguhnya Nabi Khidir as?

Ruang Menulis Cerita Anak

Asal Usul Nabi Khidir

Selamat berjumpa kembali di cerita anak putrikaila1919.my.id. Kali ini putri akan membagikan  cerita tentang kisah Nabi Khidir as.

Banyak tokoh-tokoh sufi serta hamba Allah yang bergelar Walisongo yang menurut riwayat pernah bertemu dengan Nabi Khidir as ini. Nabi Khidit ini adalah seorang anak cucu Nabi Adam as yang ditangguhkan kematiannya oleh Allah SWT. 

Dalam cerita yang putri baca dari blog kisah islami ini dan Putri ceritakan kembali, akan menceritakan pula pertemuan beberapa tokoh sufi dan para Nabi yang telah mendapatkan pelajaran berharga dari Nabi Khidir as. 

 

Nabi Khidir adalah keturunan Raja.

Menurut riwayat dari Asabath, Ibnu Akatsir yang dikisahkan kembali oleh As-Sayyidi, dijelaskan bahwa Nabi Kihidir adalah putera seorang raja yang sangat tekun melakukan ibadah kepadaAllah SWT. Ia diceritakan melarikan diri dari keluarganya yang berada di istana megah karena tidak mau dikawinkan oleh ayahnya dengan seorang gadis yang disukai oleh semua sanak kerabatnya. Khidir menolak perjodohan itu hingga selama kurang lebih satu tahun lamanya ia tidak pernah menjumpai calon istrinya.

Setelah raja mengetahui bahwa Khidir meninggalkan istana dan pergi ke suatu tempat, maka sang Raja memerintahkan kepada seluruh punggawa kerajaan untuk mencarinya.

Seluruh pelosok negeri yang menjadi kekuasaannya telah didatangi, namun pencarian itu sia-sia saja dan menurut riwayat Khidir tidak pernah ditemukan lagi.


Nabi Khidir Masih Hidup Hingga Akhir Zaman

Beberapa ulama membenarkan bahwa Nabi Khidir as masih hidup hingga sekarang.

Nabi Khidir as diketahui merupakan guru teladan dari banyak kaum sufi, wali dan sebagainya.

 

Kisah.

Ulama besar ahli hadits yaitu Imam An-Nawawi menyebitkan bahwa dia sendiri berselisih pendapat tentang hidupnya Nabi Khidir as.

Sebagian besar ulama beranggapan bahwa Khidir masih hidup di tengah-tengah kita. Imam An-Nawawi berkata,

"Pendapat ini tidak ditentang sedikitpun oleh ulama-ulama kaum sufi dan ahli-ahli ma'rifat. Mereka pun pernah menceritakan pengalamannya pada waktu berjumpa, berkumpul dan berbincang-bincang dengan Nabi Khidir as. Dia (Khidir) terlalu mulia untuk dicaci atau dicari-cari aibnya, dan dia akan tetap dikenal walaupun kita berusaha menutup-nutupi berita tentang dirinya."

Di dalam kitab Syarah Muhadzab Juz V, halaman 305.

Imam An-Nawawi berkata bahwa ada beberapa orang sahabatnya yang mempunyai dalil yang membuktikan masih hidupnya Nabi Khidir as. Dia berkata,

"Dan sebagian besar ulama berkeyakinan bahwa Nabi Khidir as masih hidup sampai sekarang."

Syeikh Ismail Haqqi berkata,

"Kaum sufi dan para ulama bersepakat dengan keyakinan mereka bahwa Nabi Khidir as masih hidup hingga sekarang."

Pendapat itu diikuti oleh Imam Arabi, Abu Thalib Al-Makki dan Al-Hakim. Terus At-Turmudzi, Ibnu Adham, Basyar Al-Hafi, Ma'ruf Al-Karkhi, Sari As-Saqati, Al-Junaidi, bahkan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz r.a.

Di Akhir kitab Sahih Musim bab yang menyebutkan hadits-hadits tentang Dajjal, Abu Said Al-Khudri berkata,

Pada suatu hari Rasulullah SAW pernah bercerita panjang lebar kepada kami tentang diri Dajjal.

Rasulullah SAW bersabda,

"Ia datang tetapi diharamkan untuk memasuki lingkungan Madinah. Lalu ia berhenti di sebagian daerah yang terdapat sesudah Madinah dan pada suatu hari ia didatangi okeh seorang laki-laki yang baik termasuk orang yang terbaik di antara manusia saat itu.

Kemudian dia berkata,

"Saya bersaksi bahwa Anda ini adalah Dajjal yang diceritakan Nabi SAW dalam haditsnya."

"Bagaimana menurut kalian jika aku membunuh orang ini lalu aku menghidupkannya kembali, apakah kalian mengusulkan sesuatu?" jawab Dajjal.

Mereka menjawab," Tidak."

Lalu Dajjal membunuh orang itu kemudian menghidupkannya lagi. Ketika orang itu akan dihidupkan lagi, dia berkata,

"Demi Allah, di kalangan Anda sama sekali tidak aku dapati hari ini orang yang paling hebat pikirannya dibanding aku."

Maka Dajjal pun bermaksud membunuhnya kembali, tapi tidak kuasa lagi membunuhnya.

 

Abu Ishak berkata,

"Orang laki-laki itu adalah Nabi Khidir as."

Siapa Abu Ishak ini, dia adalah seorang muslim bernama asli Ibrahim bin Sofyan. Dia banyak meriwayatkan kisah dari Imam Muslim.

 

Sedangkan Mu'ammar berkata dalam kitabnya Musnad,

"Lelaki yang pernah dijumpainya itu adalah Sayyidina Khidir."

Kemudian Mu'ammar menjelaskan hadits nabi nseperti di atas.

Dia berkata,

"Hadits Rasulullah itu sebagai bukti bahwasanya Nabi Khidir as masih hidup."


Rahasia Nabi Khidir Berumur Panjang


Kisah Islamiah malam dengan kisah Nabi Khidir.

Ternyata ada suatu rahasia yang menyebabkan Nabi Khidir as masih hidup hingga sekarang ini. Tentu semua itu adalah kehendak Allah SWT terhadap hamba-Nya yang satu ini.

 

Kisah ini diriwayatkan oleh Ats-Tsa'labi dari Imam Ali ra.

Semoga dengan kisah ini akan lebih memantapkan keimanan kita kepada Allah SWT, bahwa jika Allah SWT berkehendak maka akan TERJADILAH. Tak seorang pun yang mampu menghalanginya.


Berikut Kisahnya.

Pada zaman dahulu hiduplah seorang hamba Allah SWT yang melebihkan kepada dirinya dengan menjadi seorang raja. Dialah Raja Iskandar Zulkarnaen, yang namanya telah tersebut dalam Al Qur'an.

Pada tahun 322 SM, Raja Iskandar Zulkarnaen berniat mengadakan perjalanan untuk mengelilingi bumi dan Allah SWT mewakilkan salah satu malaikatnya yang bernama Rofa'il untuk menyertainya dalam perjalanan panjang itu.


Dialog Malaikat dan Raja Iskandar Zulkarnaen.

Karena ditemani oleh seorang malaikat, Raja Zulkarnaen banyak mengajukan pertanyaan seputar dunia dan akhirat serta isinya. Salah satu pertanyaan yang paling terkenal adalah tentang ibadah para malaikat di langit.

"Wahai Malaikat Rofa'il, ceritakanlah kepadaku tentang ibadahnya para malaikat yang ada di langit," tanya Raja Zulkarnaen.

"Para malaikat yang ada di langit ibadahnya ada yang berdiri tidak mengangkat kepala selama-lamanya, ada juga yang bersujud tidak mengangkat kepala selama-lamanya, ada pula yang rukuk tidak mengangkat kepala selama-lamanya," jawab Malaikat Rofa'il.

"Duh, alangkah senangnya hati ini seandainya aku bisa hidup bertahun-tahun lamanya untuk beribadah kepada Allah SWT," kata Raja Zulkarnaen.

"Wahai raja, sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan sumber air di bumi. Namanya Ainul Hayat, artinya sumber air hidup. Maka barang siapa yang meminum airnya seteguk, maka ia tidak akan mati sampai hari kiamat atau jika ia memohon kepada Allah SWT untuk dimatikan," kata Malaikat Rofa'il.

 "Apakah engkau tahu tempat Ainul Hayat itu wahai Malaikat Rofa'il?" tanya raja.

"Sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di bumi yang gelap," jawab Malaikat Rofail.

Setelah Raja Zulkarnaen mendengar penuturan malaikat Rofa'il tentang Ainul Hayat itu, maka raja segera mengumpulkan para alim ulama pada saat itu. Sebelumnya, raja bertanya kepada mereka tentang letak Ainul Hayat, tapi mereka semua menjawab tidak tahu.

"Wahai para alim ulama, tahukah kalian dimanakah letak Ainul Hayat itu?" tanya raja.

"Kami tidak mengetahuinya wahai baginda, hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui," jawab salah seorang ulama.

Di luar dugaan, dari pertanyaan Raja Zulkarnaen tersebut, ada salah seorang ulama yang mampu menjawab meski tidak sedetail letaknya.

"Sesungguhnya aku pernah membaca di dalam wasiat Nabi Adam as bahwa beliau berkata bahwa sesungguhnya Allah SWT meletakkan Ainul Hayat itu di bumi yang gelap," kata ulama itu.

"Dimanakah bumi yang gelap itu?" tanya raja.

"Yaitu di tempat terbitnya matahari," jawab orang alim ulama itu.

 

Kemudian Raja Zulkarnaen menyuruh para pengawalnya untuk menyiapkan segala keperluan untuk mencari dan mendatangi tempat Ainul Hayat itu.

"Kuda apa yang sangat tajam penglihatannya di waktu gelap?" tanya raja.

"Kuda betina yang masih perawan," jawab para sahabatnya.

 

Akhirnya raja mengumpulkan seribu kuda betina yang masih perawan dan ia memilih diantara 6 ribu tentaranya yang pandai serta ahli dalam mencambuk. Di antara para tentara itu, ada yang bernama Nabi Khidir as, bahkan beliau menjabat sebagai perdana menteri kala itu.

 

Perjalanan Mencari Ainul Hayat.

Setelah dirasa semua cukup dan siap, maka berangkatlah Raja Zulkarnaen dan Nabi Khidir as yang berjalan di depan pasukan. Setelah sekian lama mencari, akhirnya mereka mengetahui tempat terbitnya matahari.

 

Mereka pun menuju arah terbitnya matahari tersebut.


Perjalanan ke temnpat tujuan tersebut memakan waktu 12 tahun lamanya untuk sampai di bumi yang gelap itu. Gelapnya bukanlah seperti di waktu malam hari, melainkan gelap karena ada pancaran seperti asap.

 

Raja Zulkarnaen sudah tak sabar lagi hendak masuk ke tempat gelap itu, namun salah seorang cendikiawan mencegahnya. Para tentara berkata kepada raja,

"Wahai Baginda, sesungguhnya raja-raja yang terdahulu tidak ada yang masuk ke tempat gelap ini, karena tempat yang gelap ini berbahaya."

"Wahai prajurit, kita harus memasukinya, tidak boleh tidak," sanggah sang raja.

 

Karena raja bersikeras hendak masuk, maka tak ada seorang pun yang berani melarangnya.

"Diamlah dan tunggulah kalian di sini selama 12 tahun. Jika aku bisa datang kepada kalian dalam masa itu, maka kedatanganku terhadap kalian termasuk baik. Dan jika aku tidak datang dalam 12 tahun, maka pulanglah kalian kembali ke negeri kalian," ujar sang raja.

 

Setelah itu raja mendekat dan bertanya kepada malaikat Rofa'il,

"Apabila kita melewati tempat gelap ini, apakah kita dapat melihat kawan-kawan kita?"

"Tidak bisa kelihatan" jawab Malaikat Rofa'il.

"Akan tetapi aku memberimu sebuah merjan atau mutiara. Jika mutiara itu ke atas bumi, maka mutiara itu dapat menjerit dengan suara yang keras, dengan demikian kawan-kawan kalian yang tersesat jalan dapat kembali kepada kalian," jelas Malaikat Rofa'il lebih lanjut.

 

Masuk ke Ainul Hayat.

Demikianlah, akhirnya Raja Iskandar Zulkarnaen masuk ke tempat yang gelap itu. Selama 18 hari lamanya tidak pernah melihat matahari dan bulan, tidak pernah melihat malam maupun siang. Tidak pernah melihat burung dan binatang liar, sedangkan raja berjalan dengan didampingi Nabi Khidir as.

 

Pada saat mereka berjalan, maka ALlah SWT memberi wahyu kepada Nabi Khidir as.

"Bahwa sesungguhnya Ainul Hayat itu berada di sebelah kanan jurang dan Ainul Hayat ini Aku khususkan untuk kamu."

 

Setelah Nabi Khidir as menerima wahyu itu, beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya,

"Berhentilah kalian di tempat masing-masing dan jangan kalian meninggalkan tempat kalian sebelum aku datang kepada kalian."

 

Kemudian Nabi Khidir as menuju kanan jurang hingga beliau menemukan Ainul Hayat itu. Beliau turun dari kudanya, melepaskan pakaiannya dan turun ke Ainul hayat tersebut. Beliau mandi dan minum air sumber hidup tersebut dan beliau merasakan bahwa airnya lebih manis dari pada madu.

 

Sesudah mandi dan minum air tersebut, beliau keluar dari tempat itu kemudian menemui Raja Iskandar Zulkarnaen. Raja tidak mengetahui apa yang telah terjadi atas diri Nabi Khidir as.


Khidir Tergolong Nabi atau Wali?

Ada beberapa ulama yang menganggap bahwa Khidir adalah seorang wali atau ulama besar yang tinggi ilmunya dan suci kepribadiannya.

Namun, sebagian besar ulama mengatakan bahwa Khidir adalah seorang Nabi.

 

Berikut Fatwa-fatwa yang menyatakan tentang Khidir.

1. Fatwa dari Syeikh Abu Umar bin Shalah.

Beliau berkata,

"Dia (Khidir) adalah Nabi. Tetapi para ulama bertentangan pendapat tentang kerasulannya."

 

2. Abu Ishaq Al-Alibi (ahli tafsir).

Beliau berkata,

"Khidir adalah seorang Nabi. Tetapi ia tidak mudah dilihat oleh sembarang orang. Hal ini merujuk kepada ayat suci Al Qur'an Surat Al-Kahfi ayat 65, ayat 82 serta Surat Maryan ayat 21 dan Surat Huud ayat 28.

 

فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا ٦٥

 

Artinya:

"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami[886]."

(QS. Al-Kahfi: 65)

 

[886] Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikut.

 

 

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا ٨٢

 

Artinya:

"Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya"."

(QS. Al-Kahfi: 82)

 

Dari kedua ayat tersebut menegaskan tentang kenabiannya.

"Dan bukannya aku melakukannya menurut kemauanku sendiri (kata Khidir kepada Nabi Musa as).

Maksudnya adalah bahwa Khidir dikaruniai pengetahuan oleh Allah SWT melebihi batas kemampuan manusia biasa, bahkan di atas kemampuan Nabi Musa as. Kalau Khidir bukan seorang Nabi, pantaskah Nabi Musa as berguru kepadanya?

 

Kata Rahmat berarti Nabi, ayat yang menjelaskan adalah:

 

قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَآتَانِي رَحْمَةً مِنْ عِنْدِهِ فَعُمِّيَتْ عَلَيْكُمْ أَنُلْزِمُكُمُوهَا وَأَنْتُمْ لَهَا كَارِهُونَ ٢٨

 

Artinya:

"Berkata Nuh: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. apa akan Kami paksakankah kamu menerimanya, Padahal kamu tiada menyukainya?""

 

 

قَالَ كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِنَّا وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا ٢١

 

Artinya:

Jibril berkata: "Demikianlah". Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah bagiku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan".

 

Ahli tafsir yang terkenal, yaitu Ibnu Katsir lebih condong menggolongkan Khidir kepada para Nabi. Dua Ayat Al Qur'an di atas terdapat kata rahmat. Kata rahmat itu memiliki makna bahwa kata Rahmat adalah Nabi.


Bahan bacaan : 

Kisah Islami Teladan  Januari 24, 2012

 

 Kembali

Halaman
1

 © 2020-2023 - Putrikaila1919. All rights reserved